Kekhawatiran Jokowi Terbukti, Para Bankir Teriak Soal Likuiditas

Presiden Jokowi

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengutarakan kekhawatirannya terhadap peredaran uang yang semakin kering, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 5%. Hal ini dia sampaikan menjelang akhir masa jabatan.

 

Jokowi menilai masalah tersebut muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).

 

"Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu," ujar Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta beberapa waktu lalu.

 

Lalu ketakutan Jokowi terbukti. Tahun ini, likuiditas menjadi satu perhatian utama bankir. Di tengah era suku bunga tinggi yang diperkirakan akan bertahan lama, persaingan perebutan dana akan terbilang sengit.

 

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengatakan bahwa suku bunga tinggi berdampak pada persaingan likuiditas perbankan. 

 

Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur April 2024.

 

"Naiknya suku bunga kita respons sebagai keputusan logis dan rasional. Tinggal tantangan pasti itu akan menyebabkan tantangan di likuiditas," katanya dalam paparan kinerja kuartal I-2024 belum lama ini.

 

Kendati demikian, dia memastikan BRI masih memiliki ruang likuiditas yang cukup untuk ekspansi kredit. "Bagi BRI yang LDR segitu ya kita biasa aja dalam artian pasti kita akan pertahankan LDR, tapi bukan berarti kita ngerem kredit," tambah Sunarso.

 

Sebagai informasi per Maret 2023, rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (BRI) sebesar 83,78% Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka tersebut turun 148 basis poin (bps).

 

Terpisah, Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk Novita Widya Anggraini mengatakan bahwa likuiditas menjadi satu dari dua fokus utama tahun ini.

Dalam menjaga likuiditas, kata dia, BNI konsisten memprioritaskan peningkatan dana murah (CASA) dengan mengoptimalkan layanan digital seperti BNI Mobile Banking untuk nasabah retail dan BNI Direct untuk nasabah korporasi.

 

Baca juga:
Hari Pertama Kampanye Gibran Memilih Ngantor Di Balai Kota Solo

"Dengan strategi yang fokus pada penguatan likuiditas, alokasi aset yang optimal, pricing pendanaan yang strategis, BNI meyakini bahwa kinerja akan tetap terus terjaga stabil dalam menghadapi tantangan sekaligus dapat mengoptimalkan peluang untuk memberikan nilai terbaik bagi nasabah dan juga stakeholder," ujarnya.

 

Per Maret 2024, LDR BNI naik 358 bps, atau dari 85,43% menjadi 89,01%. Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini. Direktur Utama NIxon L.P. Napitupulu mengatakan hal itu dilakukan lantaran mengetatnya likuiditas di pasar.

 

"Jadi kenapa kami menargetkan kredit sama seperti tahun lalu, karena pertimbangan DPK-nya mungkin persaingannya masih ketat. Tapi kalau kami lihat funding position-nya baik, kami akan dorong revisi naik di kredit. Tapi lihat situasi hari ini, kami belum terlalu berani menargetkan lebih dari 12%," kata Nixon pada awal tahun ini.

 

Selain itu, kata Nixon, laju pertumbuhan kredit pada tahun ini perlu ditahan gunamemitigasi risiko kenaikan suku bunga.

 

"Kuartal I/2024 (pertumbuhan kredit) 14,85% (yoy), nanti kita turunkan penyaluran kredit ke level 10% (yoy) antisipasi dana mahal karena suku bunga sekarang lebih challenging. Ibaratnya, dengan harga bahan baku mahal, maka jualannya tidak usah digeber," katanya.

 

Per Maret 2024, LDR bank yang fokus pada kredit pemilikan rumah (KPR) tersebut naik 244 bps menjadi 96,23%. Sebagai informasi Bank Indonesia memberikan rekomendasi LDR pada rentang 84%-94%.

 

Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat laju pertumbuhan dana non-DPK kembali naik, setelah pada pertengahan tahun lalu melambat. Per Februari 2024, alternatif pendanaan perbankan ini tumbuh 5,38% yoy.

 

Pertumbuhan dana non-DPK secara tahunan terutama dikontribusi oleh kenaikan pada pinjaman/pembiayaan diterima sebesar Rp 25,29 triliun dan kewajiban bank lain sebesar Rp 11,88 triliun.

 

"Perkembangan ini sejalan dengan strategi bank dalam melakukan diversifikasi sumber likuiditas. Akses sumber pendanaan non-DPK menjadi salah satu sumber pemenuhan funding gap di tengah pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit," mengutip Indikator Pasar Keuangan Maret 2024.

 

Pada bulan kedua tahun ini, DPK perbankan tumbuh 7,4% yoy, sedangkan kredit naik 12,4% yoy. (*)

 

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment